Boat yang Bom Ikan di Singkil Dibawa ke Sibolga

SINGKIL – Boat yang diduga digunakan lima nelayan Sibolga, Sumatera Utara, untuk mengebom ikan di perairan Aceh Singkil dan berhasil ditangkap personel Pos Angkatan Laut (Posal) Pulau Banyak bersama masyarakat setempat, Kamis (11/2), dipastikan tidak akan diproses di wilayah hukum Aceh Singkil. Boat itu justru dibawa ke Markas Komando Pangkalan Angkatan Laut (Mako Lanal) Sibolga untuk penyidikan lebih lanjut.

Pemindahan tempat penyidikan boat itu bersama lima awaknya sekaligus menipiskan harapan mayoritas masyarakat Aceh Singkil yang menginginkan pelaku diadili di wilayah hukum mereka, mengingat locus delictie (tempat perbuatan) itu dilakukan justru di perairan Aceh Singkil. Tepatnya di perairan Pulau Jawi-Jawi yang berada antara Kuala Baru dengan Pulau Banyak.

Kepastian tentang dibawanya barang bukti berupa boat pengebom bersama lima awaknya itu diterima Serambi, Sabtu (13/2) kemarin, melalui siaran pers elektronik Komandan Pangkalan TNI AL Sibolga Letkol Laut (P) Tedjo Sukmono. Letkol Tedjo Sukmono malah tidak menyebut barang bukti itu sebagai boat, melainkan speedboat (boat bermesin tempel). “Speedboat yang diduga telah melakukan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak itu dikawal menuju Mako Lanal Sibolga untuk dilakukan proses penyidikan lebih lanjut,” kata Tejo.

Letkol Tejo menyebutkan, dengan tertangkapnya speedboat itu menunjukkan bahwa operasi rutin yang digelar TNI AL cukup efektif memberantas pengeboman ikan di tengah keterbatasan sarana patroli yang dimiliki Lanal Sibolga dan Pos Angkatan Laut di jajarannya. Dia sebutkan bahwa hingga kini Lanal Sibolga hanya memiliki tiga kapal patroli, yakni satu Kapal Angkatan Laut (KAL) yang panjangnya 28 meter, satu kapal patroli keamanan laut (patkamla) ukuran 12 meter, dan satu speedboat berukuran delapan meter. “Kondisi itu tidak sebanding jika dihadapkan dengan panjang pantai di pantai barat Sumut dan pantai-pantai di perairan Pulau Nias serta pulau-pulau lainnya di pantai barat. Namun, itu bukanlah alasan untuk tidak bisa berbuat banyak dalam penertiban kegiatan-kegiatan ilegal di perairan wilayah kerja Lanal Sibolga,” ujar Tedjo dalam siaran pers yang dia tanda tangani itu.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Panglima Laot Aceh, M Adli Abdullah SH MCL yang ditanyai Serambi di Banda Aceh mengimbau agar aparat pemegang otoritas keamanan perairan di Aceh memproses kelima awak boat itu di wilayah hukum Aceh Singkil, bukan di Sumut, karena locus delictie perbuatan mereka di wilayah Aceh Singkil.

Sangat kecewa
Ketika ditanyai ulang Serambi tadi malam, Adli Abdullah mengaku sangat kecewa, karena penanganan tindak pidana perikanan di Aceh Singkil itu justru dilakukan bukan di tempat kejahatan itu dilakukan, sehingga menyimpangi asas locus delictie.  Namun, Adli mengaku dapat memahami mengapa Mako Lanal Sibolga bersikeras membawa boat tersebut bersama lima awaknya ke Sibolga untuk disidik, karena memang selama ini daerah Aceh Selatan, Aceh Singkil, Simeulue, dan Sibolga termasuk ke dalam wilayah otoritas Mako Lanal Sibolga.

Sebetulnya, kata Adli, di Lhokseumawe dan Sabang juga terdapat Pangkalan Angkatan Laut (Lanal), tapi entah kenapa hingga kini kasus-kasus pelanggaran di perairan Aceh Singkil dan sekitarnya masih saja tunduk dan berada di bawah kewenangan Mako Lanal Sibolga. Padahal, Sibolga merupakan wilayah Sumatera Utara.

Adli tidak menyatakan ragu bahwa para tersangka pengebom ikan di teritorial Aceh itu bakal serius diperiksa dan diadili sesampai di wilayah Sumut, tempat pemilik boat itu dan awaknya berasal. “Kita percaya kasus ini akan diproses. Cuma orang Aceh susah memantau proses hukumnya, padahal secara teritorial merekalah yang paling dirugikan, karena perairan mereka dibom, sehingga bukan saja mematikan banyak ikan dan udang, tetapi juga merusak terumbu karang di wilayah Aceh Singkil,” kata Adli.

Sebagaimana diberitakan kemarin, saat ditangkap, di dalam palka boat itu ditemukan empat botol bekas minuman keras yang berisi bahan peledak, lengkap dengan alat pemicunya.  Selain itu, ditemukan juga ikan jenis gepeng campur sebanyak 300 kilogram, satu unit kompresor, dakor, masker, dan sepatu untuk menyelam masing-masing satu buah.

Sumber Serambi menyebutkan, pada awalnya para pemburu ikan itu membawa sembilan buah botol berisi bahan peledak. Tapi lima di antaranya sudah diledakkan saat menangkap ikan, sehingga bahan peledak yang tersisa tinggal empat botol lagi. Sedangkan kelima anak buah kapal (ABK) yang ditahan itu masing-masing Pandi Pasaribu (40) bertugas melacak tempat kawanan ikan yang hendak dibom, Arli Zebua (38), tukang masak, keduanya warga Dusun Huta Balang Sarbang, Kecamatan Baduri, Tapanuli Tengah. Tiga lainnya adalah Maslan Sihatohu (22) penyelam, Nasrul Lubis (22) penembak dan pelempar bom, keduanya beralamat di Tapian, serta Hendri Mulaksa (21), warga Lubuk Tuko, selaku pengendali mesin (masinis). Boat tersebut panjangnya sekitar 14 meter dengan lebar 2,5 meter, lebih besar dari speedboat biasa.

Adli menyatakan, tertangkapnya kapal pengebom ikan itu, makin memperpanjang bukti bahwa banyak nelayan dari Sumut, khususnya Sibolga yang selama ini menangkap ikan dengan cara mengebom di perairan Aceh. Ini kejahatan yang bukan saja melanggar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, tapi juga melanggar hukom adat laot yang dijunjung tinggi masyarakat pesisir di Aceh.

Ia mengingatkan bahwa masyarakat nelayan di Aceh memiliki kearifan lokal (local wisdom) untuk tidak merusak biota laut dengan zat-zat atau bahan-bahan berbahaya, seperti bom ataupun racum potasium. Tapi kelima nelayan dari Sibolga itu diduga sudah melanggarnya. Oleh karenanya, atas nama masyarakat adat laut Aceh, Adli meminta kelima pengebom ikan asal Sibolga itu disidik, diadili, dan diganjar dengan hukuman yang setimpal, sehingga tidak melukai rasa keadilan masyarakat Aceh yang ikannya justru dibunuh pakai bom oleh nelayan luar. (Serambi Indonesia).

Tulisan ini dipublikasikan di Berita. Tandai permalink.