Boat Pengebom Ikan Ditangkap

* Awaknya Diminta Adili di Singkil

SINGKIL – Sebuah boat milik nelayan Sibolga, Sumatera Utara, ditangkap personel Pos Angkatan Laut (Posal) Pulau Banyak, Aceh Singkil, bersama masyarakat setempat, Kamis (11/2) sekitar pukul 18.30 WIB, karena menangkap ikan secara ilegal. Boat bersama lima awaknya kini ditahan di Posal Pulau Banyak atas dugaan menangkap ikan di perairan Singkil menggunakan bahan peledak, berupa bom botol buatan (molotov).

Kelima anak buah kapal (ABK) yang ditahan itu masing-masing Pandi Pasaribu (40) bertugas melacak tempat kawanan ikan yang hendak dibom, Arli Zebua (38), tukang masak, keduanya warga Dusun Huta Balang Sarbang, Kecamatan Baduri, Tapanuli Tengah. Tiga lainnya adalah Maslan Sihatohu (22) penyelam,  Nasrul Lubis (22) penembak dan pelempar bom, keduanya beralamat di Tapian, serta Hendri Mulaksa (21), warga Lubuk Tuko, selaku pengendali mesin (masinis).

Boat tersebut panjangnya sekitar 14 meter dengan lebar 2,5 meter, hampir dua kali besar speedboat biasa. Saat ditangkap, menurut beberapa sumber Serambi, Jumat kemarin, di dalam palka boat itu ditemukan empat botol bekas minuman keras yang berisi bahan peledak, lengkap dengan alat pemicunya.  Selain itu, ditemukan juga ikan jenis gepeng campur sebanyak 300 kilogram, satu unit kompresor, dakor, masker, dan sepatu untuk menyelam masing-masing satu buah. Sumber Serambi menambahkan, pada awalnya para pemburu ikan itu membawa sembilan buah botol berisi bahan peledak. Tapi lima di antaranya sudah diledakkan saat menangkap ikan, sehingga bahan peledak yang tersisa tinggal empat botol lagi.

Kapolres Aceh Singkil AKBP Helmi Kwarta yang dihubungi Serambi membenarkan adanya kapal yang ditangkap, karena diduga melakukan pengeboman ikan di perairan Aceh Singkil. Ia juga tak membantah bahwa di dalam boat itu temukan empat buah botol berisi bahan peledak, lengkap dengan alat pemicunya.

Akan tetapi, untuk proses selanjutnya masih ditunggu hasil koordinasi dari anggotanya yang sedang turun ke lapangan. “Angkatan laut dan masyarakat yang menangkap boat itu. Berdasarkan informasi terkini (kemarin sore -red) tersangka dan barang bukti masih di Posal Pulau Banyak. Kita berharap bisa dibawa ke Polres Aceh Singkil, guna diproses lebih lanjut,” kata Helmi Kwarta yang dikenal tinggi komitmennya dalam penegakan hukum.

Sementara itu, Komandan Pos Angkatan Laut Pulau Banyak, Letda (L) Wuriyanto, yang dihubungi terpisah kemarin mengatakan masih menunggu petunjuk dari atasannya mengenai proses penanganan terhadap para tersangka pengebom ikan dan boat yang mereka gunakan. “Mohon mengertilah, saya masih menyusun laporan kepada atasan. Kemungkinan boat itu diproses di Tapanuli, tapi sekarang masih dalam bargaining untuk diproses di Aceh Singkil. Yang jelas, kita masih menunggu petunjuk komandan,” ujar Wuriyanto melalui telepon genggam dan ia mengaku sedang dalam perjalanan.

Merusak biota laut
Tertangkapnya boat nelayan asal Sibolga bersama barang bukti sejumlah bahan peledak itu, ditanggapi penuh semangat oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Panglima Laot Aceh, M Adli Abdullah SM MLC. “Ini makin memperpanjang bukti bahwa banyak nelayan dari Sumut, khususnya Sibolga, yang selama ini menangkap ikan dengan cara mengebom di perairan Aceh. Ini kejahatan yang bukan saja melanggar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, tapi juga melanggar hukom adat laot yang dijunjung tinggi masyarakat pesisir di Aceh,” kata Adli yang dihubungi Serambi di Banda Aceh, kemarin.

Ia mengingatkan bahwa masyarakat nelayan di Aceh memiliki kearifan lokal (local wisdom) untuk tidak merusak biota laut dengan zat-zat atau bahan-bahan berbahaya, seperti bom ataupun racum potasium. Tapi ternyata ada nelayan dari luar yang tidak peduli akan kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan di Aceh, sehingga mereka memorak-porandakan ekosistem perairan Aceh dengan bom. “Mereka untung, tapi nelayan Aceh buntung,” ujar Adli.  Masyarakat nelayan tradisional Aceh, kata Adli, tidak akan pernah menolerir penangkapan ikan memakai bom, sebab bukan saja ikan dan udang dalam berbagai usia ikut mati, tapi terumbu karang pun porak-poranda karenanya.

Ahli perbandingan hukum ini mengimbau aparat keamanan dan otoritas perairan di Aceh untuk memproses awak boat yang melakukan pengeboman ikan itu berdasarkan hukum yang berlaku. “Jangan diadili di Sumut, tapi adililah di wilayah hukum Aceh Singkil, karena locus delictie perbuatan mereka di wilayah Singkil,” demikian Adli yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.(Serambi Indonesia).

Tulisan ini dipublikasikan di Berita. Tandai permalink.